Selasa, 11 Maret 2014

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

Informasi Teknologi : Perkembangan Informasi Teknologi

Perkembangan informasi teknologi sangat pesat bahkan di pelosok-pelosok yang dulunya belum merasakan teknologi pun sekarang bisa menikmati layanan informasi teknologi scara online.

Teknologi informasi muncul sebagai akibat semakin merebaknya globalisasi dalam kehidupan organisasi, semakin kerasnya persaingan bisnis, semakin singkatnya siklus hidup barang dan jasa yang ditawarkan, serta meningkatnya tuntutan selera konsumen terhadap produk dan jasa yang ditawarkan. Untuk mengantisipasi semua ini, perusahaan mencari terobosan baru dengan memanfaatkan teknologi. Teknologi diharapkan dapat menjadi fasilitator dan interpreter. Semula teknologi informasi digunakan hanya terbatas pada pemrosesan data. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi tersebut, hampir semua aktivitas organisasi saat ini telah dimasuki oleh aplikasi dan otomatisasi teknologi informasi.
Teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai perpaduan antara teknologi komputer dan telekomunikasi dengan teknologi lainnya seperti perangkat keras, perangkat lunak, database, teknologi jaringan, dan peralatan telekomunikasi lainnya. Selanjutnya, teknologi informasi dipakai dalam sistem informasi organisasi untuk menyediakan informasi bagi para pemakai dalam rangka pengambilan keputusan.
Ada berbagai macam sistem informasi dengan menggunakan teknologi informasi yang muncul, antara lain Electronic Data Processing Systems, Data Processing Systems (DPS), Decision Support System (DSS), Management Information System (MIS), Executive Information Systems (EIS), Expert System (ES) dan Accounting Information System (AIS) (Bodnar, 1998). Saluran komunikasi yang dapat digunakan untuk berkomunikasi adalah standard telephone lines, coaxial cable, fiber optics, microwave systems, communications satellites, cellular radio and telephone. Sedangkan konfigurasi jaringan yang dapat dipakai untuk berkomunikasi adalah Wide Area Network (WAN), Local Area Network (LAN), dan Client/Server Configurations (Romney, 2000).
EDP adalah penggunaan teknologi komputer untuk menyelenggarakan pemrosesan data yang berorientasi pada transaksi organisasi. Sistem ini digunakan untuk mengolah data transaksi yang sifatnya rutin (sehari-hari). Sistem ini tidak dapat membantu pekerjaan pihak manajemen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Sistem ini hanya bermanfaat untuk meningkatkan ketepatan waktu dan frekuensi penyajian laporan. Secara fundamental, EDP merupakan aplikasi system informasi akuntansi dalam setiap organisasi. Istilah data processing (DP) sebenarnya sama dengan EDP.
MIS merupakan penggunaan teknologi komputer untuk menyediakan informasi yang berorientasi pada manajemen level menengah. MIS mengakui adanya kenyataan bahwa para manajer dalam suatu organisasi membutuhkan informasi dalam rangka pengambilan keputusan dan bahwa sistem informasi berbasis komputer dapat membantu penyediaan informasi bagi para manajer.
DSS adalah suatu sistem informasi yang datanya diproses dalam bentuk pembuatan keputusan bagi pemakai akhir. Karena berorientasi pada pemakai akhir, maka DSS membutuhkan penggunaan model-model keputusan dan database khusus yang berbeda dengan sistem DP. DSS diarahkan pada penyediaan data yang nyata, khusus, dan informasi yang tidak rutin yang diminta oleh manajemen. DSS dapat digunakan untuk menganalisis kondisi pasar sekarang atau pasar potensial. DSS juga dapat membantu mengubah proses bisnis, dimana umumnya manajer membuat semua keputusan, namun dengan adanya teknologi informasi seperti decision support tools, access database, dan modelling software, pengambilan keputusan menjadi bagian setiap orang.
ES merupakan sistem informasi yang berbasis pada pengetahuan yang menggunakan pengetahuan tentang bidang aplikasi khusus untuk menjalankan kegiatan sebagai konsultan ahli bagi pemakai akhir. Seperti DSS, ES membutuhkan penggunaan model-model keputusan manajemen dan database khusus. Tidak seperti DSS, ES juga membutuhkan pengembangan basis pengetahuan dan inference engine. Jika DSS membantu manajemen dalam rangka pengambilan keputusan, maka ES membuat keputusan tersebut.
EIS merupakan suatu sistem informasi yang berkaitan dengan kebutuhan manajemen puncak mengenai informasi strategik dalam proses pengambilan keputusan strategik. Sedangkan AIS merupakan sebuah sistem yang menyediakan informasi bersifat keuangan dan non keuangan bagi para pengambil keputusan. Penggunaan teknologi informasi pada aktivitas perusahaan seperti pada value chain dapat menghasilkan beberapa keuntungan, seperti penghematan biaya, percepatan waktu operasi, peningkatan produktivitas, percepatan waktu pengiriman barang dan jasa kepada pelanggan, serta peningkatan nilai barang dan jasa yang tinggi pada pelanggan.
Salah satu teknologi informasi yang tidak kalah pentingnya adalah pemakaian Electronic Data Interchange (EDI). EDI adalah komunikasi antar komputer dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan mengurangi pekerjaan yang sifatnya klerikal. Hansen dan Hill (1989) mendefinisikan EDI sebagai pergerakan dokumen bisnis dalam format terstruktur antara berbagai patner bisnis dalam suatu organisasi. Dengan EDI, dokumen yang diterima dapat memerintahkan komputer secara otomatis. EDI yang terintegrasi memberikan peluang pada manajer untuk berkonsentrasi penuh pada pengambilan keputusan strategik dan meningkatkan kemampuan dalam pengendalian beberapa aktivitas.
Teknologi akan terus berkembang. Teknologi informasi yang kuat akan menjadi competitive edge bagi perusahaan dan sekaligus menjadi entry barrier (Fasio, 1994). Bagi organisasi yang ingin maju dan berkembang, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan teknologi sepanjang hal itu dapat mempermudah perusahaan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Hanscombe, 1989).
  • Terimakasi semoga bermanfa'at

Kamis, 06 Maret 2014

Gelapnya teknologi komputer

    Kebutuhan manusia pada hakikatnya akan terus bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Pada zaman primitif, kebutuhan manusia hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Namun, di jaman modern ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah terjadi perubahan di segala aspek kehidupan, termasuk menimbulkan perkembangan pada kebutuhan manusia. Salah satunya dijelaskan oleh Abraham Maslow melalui Teori Hirarki Kebutuhan. Dinyatakan bahwa bagaikan piramida terbalik, terdapat tingkatan kebutuhan seseorang, yang dimulai kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan atau perlindungan, kebutuhan sosial atau kebersamaan, kebutuhan penghormatan atau penghargaan (kebutuhan harga diri) sampai pada akhirnya kebutuhan aktualisasi diri.

    Dalam memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut, manusia diperhadapkan pada keterbatasan dan kelangkaan sumber daya, sehingga dibutuhkan kemampuan mengelola sumber daya secara efektif dan efisien. Dalam kondisi seperti ini, hanya manusia yang dapat berpikir strategis, inovatif dan kreatiflah yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Disinilah peran penting pendidikan, karena dengan proses yang sistematik dan terstruktur yang diperoleh dari pendidikan, manusia dapat memiliki kesempatan untuk mempe¬lajari dan mendapatkan pengetahuan, meningkatkan keahlian, merubah sikap serta tingkah laku, sehingga dapat mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

    Permasalahannya kemudian, walaupun sejak tahun 2005 silam telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan di seantoro negeri ini, dalam kenyataannya sampai saat ini masih terdapat ketimpangan yang mencolok antara pendidikan di daerah perkotaan dengan pendidikan yang terdapat pada daerah pinggiran kota atau dari segi geografis, relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman. Ketimpangan ini khususnya terlihat pada ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta tenaga pengajar. Pada daerah pinggiran kota, khususnya daerah pedalaman, masih banyak ditemukan bangunan kelas tidak layak pakai, fasilitas pembelajaran yang kurang memadai dan tidak berfungsi secara maksimal, buku bacaan yang telah usang serta minimnya ketersediaan tenaga pengajar berkualitas dan berkompeten.

    Permasalahan pendidikan ini kemudian berujung pada kondisi ekonomi masyarakat daerah pinggiran kota dan pedalaman. Dalam kondisi serba terbatas, sebagian dari masyarakat beranggapan bahwa akan sulit untuk mengembangkan diri dan kesejahteraan mereka ketika tetap bertahan di daerahnya masing-masing. Akibatnya, dengan dalih untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, tidak mengherankan jika jalan pintas yang ditempuh dan kemudian menjadi primadona saat ini adalah berbondong-bondong mengadu nasib ke daerah perkotaan (selanjutnya diistilahkan dengan urbanisasi). Memang tidak sedikit diantara mereka yang dapat menuai keuntungan ketika bermigrasi ke perkotaan, namun dapat dipastikan hampir sebagian besar dari mereka tidak mampu mendapatkan penghidupan layak di perkotaan sebagaimana diharapkan, hal ini lagi-lagi diakibatkan karena kompetensi mereka yang kurang memadai dan ketidakmampuannya bersaing, mengingat kesempatan dan persaingan dunia kerja di perkotaan yang semakin hari semakin ketat, apalagi jumlah para migran yang semakin hari semakin bertambah.

    Fenomena meningkatnya urbanisasi ini tentunya akan menjadi salah satu penghambat terwujudnya pemerataan pembangunan dan pengembangan daerah pinggiran kota dan pedalaman, karena sejatinya potensi sumber daya alam juga tersedia di daerah pinggiran kota dan pedalaman dan boleh jadi tidak kalah banyaknya dengan yang tersedia di daerah perkotaan. Oleh karena itu, masyarakat daerah pinggiran kota dan pedalaman semestinya harus mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya sekaligus membangun daerahnya masing-masing tanpa harus meninggalkan daerahnya (melakukan urbanisasi), karena “sebaik-baiknya hidup di negeri orang, tidak kalah nikmatnya jika kita mampu Menjadi Raja di Negeri Sendiri”.

    Menjadi Raja Di Negeri Sendiri bukanlah suatu bentuk primordialisme yang berarti apatis dengan pihak ataupun daerah lain, namun merupakan motivasi untuk bisa berkontribusi dalam pembangunan tanah kelahiran dan tanah air, dengan tetap mengedepankan profesionalisme, persatuan dan kesatuan. Namun pertanyaannya kemudian, sudah siapkah masyarakat daerah pinggiran kota dan pedalaman untuk menjadi raja di negerinya sendiri? Disinilah diperlukan gerakan “Xpekan” yaitu suatu gerakan yang berbasiskan teknologi informasi untuk mewujudkan “keSEtaraan Pendidikan & EKonomi Anak Negeri” yang digerakkan melalui kolaborasi antara XL, Pemerintah, Entitas Pendidikan/Ekonomi, Konglomerat, Akademisi dan NGO (Non Government Organization).